Senin, 31 Oktober 2016

Warung KaTa Pusur sebagai Living Library

Living Library secara harfiah dapat diartikan sebagai sebuah perpustakaan hidup. Secara konseptual, Living Library merupakan sebuah metodologi komunikasi untuk mengatasi kesenjangan relasi sosial antarpihak yang disebabkan oleh adanya stereotype, prejudice, diskriminasi dan bahkan stigma. 

Metoda ini pertama kali diterapkan dan dikembangkan di Denmark pada tahun 2009 sebagai media resolusi konflik dan kekerasan. Dialog dilakukan antar-orang yang belum saling mengenal dan sudah terbebani stigma tertentu. Orang / pihak dengan pengetahuan termasuk prasangka di dalamnya diposisikan sebagai buku yang dibacakan melalui dialog dengan orang lain, demikian sebaliknya.

Pada konteks ini, Living Library dimaknai sebagai sebuah media komunikasi untuk menjembatani kesenjangan informasi dan pemahaman khususnya mengenai sumberdaya air/alam dan bentuk-bentuk pemanfaatannya. Pada situasi tertentu, relasi sosial antar-pengguna air sudah menjurus pada konflik yang didasarkan pada prasangka. Praktek pemanfaatan air oleh satu pihak disangka menghalangi/merugikan pemanfaat air lainnya. Penerapan metoda Living Library diharapkan dapat mengurangi sangkaan-sangkaan antar-pihak pengguna air di Klaten.


Warung KaTa Pusur singkatan dari Kanda Takon, dialog diantara semua pengunjung warungkatapusur.


Warung KaTa Pusur Klaten akan menerapkan metoda Living Library yg disesuaikan dengan konteks sosial budaya setempat, sebagai berikut:
  1. 1)  Warung makan-minum sebagai tempat ngangkring dan ngobrol bersama. Ngobrol di warung sudah menjadi kebiasaan Jawa, sebuah tempat yang dianggap netral, tidak ada posisi sebagai tuan rumah dan tamu. Menu warung akan mengikuti selera warga Klaten dengan bahan-bahan yang diproduksi oleh petani secara sehat. 

  2. Warung akan dinamakan Warung KaTa. KaTa merupakan sumber pengetahuan yang terucap, bukan tertulis, sebagaimana gagasan Living Library. KaTa juga merupakan singkatan dari Kanda Takon yang berati dialog, sebuah proses membaca. Setiap orang pasti punya sesuatu untuk diceritakan.

  3. 2)  Warung juga akan berfungsi sebagai tempat dol-tinuku (arena jual-beli). Dol-tinuku merupakan proses interaksi antara penjual dan pembeli yang terjadi secara sukarela. Barang yang diperjual-belikan adalah produk petani lokal dan hasil olahan. Komunikasi akan terjadi ketika penjual mampu menjelaskan bagaimana sebuah produk dihasilkan, demikian pula penjual dapat menyampaikan cerita mengapa dia tertarik untuk membeli. Setiap produk punya cerita.
  1. 3)  Selain komunikasi tatap muka, warung KaTa juga dilengkapi dengan media komunikasi virtual. Media ini akan difungsikan untuk membuat resonansi dan repertoar dari cerita yang beredar di warung bagi pembaca yang belum/tidak sempat bertatap muka. Juga dapat menjadi media penarik minat terutama kalangan muda yang lekat dengan media sosial virtual.

    4)  Ruang praktek dan ngobrol bersama akan menjadi melengkapi proses dialog, kanda takon. Tema yang dapat menjadi topik pembicaraan antara lain: good agricultural practices, pengolahan pangan sehat, pengolahan limbah dll terkait terbentuknya suatu ekosistem sehat. 
Mengundang publik luas untuk turut serta mendukung terjadinya dialog terbuka antar berbagai - pihak. Sumbangsih penerapan @warungkatapusur adalah sebuah alternatif diantara banyak model yg ada. Pinarak.

Awal November 2016.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar